Sabtu, 10 November 2012

makalah ruptur uteri + askeb


BAB I
KAJIAN KONSEP
A.  Pengertian
1.    Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan(Chapman, 2006;h.288).
2.    Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)
B.  Insiden
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu  dari salah satu penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu multipara.
C.  Tanda dan gejala
1.    Gejala mengancam
a.    Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus.
b.    Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
c.    Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
d.   Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
e.    Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
f.     Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
g.    Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).
2.    Tanda dan gejala lanjutan
a.    Menurut  (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.
1)   Dramatis
a)    Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
b)   Penghentian  kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
c)    Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
d)   Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus): tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan
e)    Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
f)    Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul
g)   Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat di dengar.
h)   Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping janin(janin seperti berada diluar uterus).


2)   Tenang
a)    Kemungkinan menjadi muntah.
b)   Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
c)    Nyeri berat pada suprapubis.
d)   Kontraksi uterus hipotonik.
e)    Perkembangan persalinan menurun.
f)    Perasaan ingin pingsan.
g)   Hematuri (kadang-kadang)
h)   Perdarahan pervagina (kadang-kadang)
i)     Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut nadi yang cepat dan pucat.
j)     Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi tidak dapat dirasakan.
k)   DJJ mungkin akan hilang.
b.    Menurut (Chapman,2006;h.290)
1)   Nyeri
a)    Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak
b)   Perasaan “ingin melahirkan” 
c)    Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri konstan yang tidak hilang.
d)   Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
2)   Kontraksi uterus
a)    Uterus solid atau tonik
b)   Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
3)   Denyut Jantung Janin
Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi memanjang atau variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia serius.


4)   Syok
(a) Dapat terjadi perubahan tanda vital
(1) Takikardia
(2)      Tekanan darah rendah
(3)      Sesak napas, respirasi, > 24x/menit
(b)     Kemungkinan ibu :
(1)   Tampak dingin dan lembap
(2)   Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri.
(3)   Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres
(4)   Muntah.
5)   Perdarahan
a)        Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion bercampur darah atau perdarahan segar.
b)        Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi karena terisi darah.
D.  Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi  semakin (physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini  menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dindinng SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus
E.   Jenis
1.      Berdasarkan lapisan dinding rahim
a.       Ruptur uteri inkomplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau perimetrium masih utuh.
b.      Ruptur uteri komplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
2.      Berdasarkan penyebab terjadinya  
a.       Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b.      Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan.   


c.       Ruptur uteri traumatika
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
F.      Komplikasi
1.      Gawat janin
2.      Syok hipovolemik
Terjadi kerena  perdarahan yang hebat dan  pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah. 
3.      Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.  
4.      Kecacatan dan morbiditas.
a.       Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b.      Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.
G.  Etiologi
1.      Rupture uterus spontan (Fraser dab Cooper,2009;h.593)
a.       Paritas tinggi
b.      Penggunaan oksitosin yang tidak tepat, terutama pada ibu paritas tinggi
c.       Pengunaan prostaglandin untuk menginduksi persalinan , pada ibu yang memiliki eskar.
d.      Persalinan macet; rupture uteri terjadi akibat penipisan yang berlebihan pada segmen bawah uterus.
e.       Persalinan terabaikan, dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
f.       Perluasan laserasi serviks yang berat ke atas menuju segmen bawah uterus –hal ini dapat terjadi akibat trauma selama pelahiran dan tindakan.
g.      Trauma akibat cedera ledakan atau kecelakaan.
h.      Perforasi uterus non-hamil , mengakibatkan rupture uteri pada kehamilan berikutnya;perforasi dan rupture terjadi pada segmen atas uterus.
i.        Rupture uterin antenatal dengan riwayat seksio sesarea klasik sebelumnya. 
H.  Penanganan
Ditinjau dari patofisiologi ruptur uteri apakah terjadi dalam masa kehamilan atau persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau pada rahim yang cacat, dsb. Tinjauan tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi, apakah dilakukan histerektomi atau histerorafia. Tinjauan tersebut terdiri dari bebagai aspek, yaitu :
1.    Aspek anatomi
Berdasarkan lapisan dinding rahim yang terkena ruptur uteri (ruptur uteri inkomplit dan komplit).
2.    Aspek sebab
Berdasarkan penyebab terjadinya robekan pada rahim (ruptur uteri spontan, ruptur uteri violenta, ruptur uteri traumatika).
3.    Aspek keutuhan rahim
Ruptur uteri dapat terjadi pada rahim yang masih utuh, tetapi bisa terjadi pada uterus yang cacat misalnya pada parut bekas bedah sesar atau parut jahitan ruptur uteri yang pernah terjadi sebelumnya (histerorafia), miomektomi yang dalam sampai ke rongga rahim, akibat kerokan yang terlalu dalam, reaksi kornu atau bagian interstisial dari rahim, metroplasti, rahim yang rapuh akibat tealh banyak meregang misalnya pada grandemultipara, pernah hidramnion, hamil ganda, uterus yang kurang berkembang kemudian menjadi hamil.
4.    Aspek waktu
Yang dimaksud adalah dalam masa hamil atau pada waktu bersalin. Ruptur uteri dapat terjadi dalam masa kehamilan misalnya karena trauma atau pada rahim yang cacat, sering pada bekas bedah sesar klasik. Kebanyakan ruptur terjadi dalam masa persalinan kala I dan kala II dan pada partus percobaan bekas seksio sesarea, terlebih pada kasus yang hisnya diperkuat dengan oksitosin atau prostaglandin dan yang sejenisnya.
5.    Aspek sifat
Rahim robek bisa tanpa menimbulkan gejala yang jelas (silent) seperi pada parut bedah sesar klasik dalam masa hamil tua. Parut itu merekah sedikit demi sedikit (dehiscence) dan pada akhirnya robek tanpa menimbulkan perdarahan yang banyak dan rasa nyeri yang tegas.sebaliknya, kebanyakan ruptur uteri terjadi dalam waktu yang cepat fdengan tanda-tanda serta gejala-gejala yang jelas (overt) dan akut, misalnya ruptur uteri yang terjadi dalam kala I dan kala II akibat dorongan atau picuan oksitosin. Kantong kehamilan ikut robek dan janin terdorong masuk ke dalam rongga peritoneum. Terjadi perdarahan internal yang banyak dan perempuan besalin tersebut merasa sangat nyeri smapi syok. 
6.    Aspek paritas
Ruptur uteri dapat terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil (nulipara) sehingga sedapat mungkin diusahakan histerorafia apabila lukanya rata dan tidak da infeksi. Terhadap ruptur uteri pada multipara pada umumnya lebih baik dilakukan histerektomi atau jika keadaan umumnya jelek dan luka robekan pada uterus tidak luas dan tidak compang-camping, robekan pada uterus dijahit kembali (histerorafia) dilanjutkan dengan tubektomi.  
7.    Aspek gradasi
Kecuali akibat kecelakan, ruptur uteri tidak terjadi mendadak. Peristiwa robekan yang yang umumnya terjadi pada segmen bawah rahim didahului oleh his yang kuat tanpa kemajuan dalam  persalinan sehingga batas antara korpus dan SBR yaitu lingkaran retraksi yang fisiologik naik bertambah tinggi menjadi lingkaran bandl yang patologik, sementara ibu yang melahirkan itu sangat merasa cemas dan ketakutan oleh karena menahan nyeri his yang kuat. Pada saat ini penderita berada dalam stadium ruptur uteri imminens (membakat). Apabila keadaan yang demikian berlanjut dan tidak terjadi atonia uteri sekunder, maka pada gilirannya dinding SBR yang sudah sangat tipis itu robek. Peristiwa ini disebut ruptur uteri spontan.
Dari beberapa tinjauan diatas, maka penatalaksanaan pada ruptur uteri adalah sebagai berikut :
1.      Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus Intravena cairan (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebelum pembedahan.
2.      Siapkan untuk tranfusi darah
3.      Lakukan seksio sesarea, segera lahirkan bayi  dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi ibu stabil.
4.      Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendah daripada resiko pada histerektomi dan ujung ruptur uterus tidak nekrosis lakukan histerorafia. Tindakan ini akan mengurangi waktu dan kehilangan darah saat histerektomi.
5.      Lakukan perbaikan robekan pada dinding uterus (histerorafia) dengan langkah sebagai berikut :


a.    Kaji ulang prinsip pembedahan   
b.    Berikan antibiotik dosis tunggal ( ampisilin 2 G I.V, sefazolin 1 gI.V)
c.    Buka perut :
1)      Lakukan insisi vertikal pada line alba dari umbilikus sampai pubis.
2)      Lakukan insisi vertikal2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi keatas dan kebawah dengan gunting
3)      Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri
4)      Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung kemih.
5)      Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
6)      Pasang rektaktor kandung kemih.
d.   Lahirkan bayi dan plasenta
e.    Berikan oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan infus (NaCl atau Ringer Laktat) :
1)      Mulai 60 tetes per menit sampai uterus berkontraksi
2)      Turunkan menjadi 20 tetes per menit setelah kontraksi uterus baik.
f.     Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus
g.    Periksa bagian depan dan belakang uterus
h.    Klem perdarahan dengan ring forceps.
i.      Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tumpul atau tajam.
j.      Lakukan penjahitan robekan uterus.
k.    Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan histerektomi.
I.     Pencegahan ruptur uteri
Dalam menghadapi masalah ruptur uteri semboyan “prevention is better than cure” sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh setiap pengelola persalinan dimanapun persalinan tersebut berlangsung.

Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1  Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4.   Hidrosefalus
5.   Rigid cervix
6.   Tetania uteri
7.   Tumor jalan lahir
8.   Grandemultipara + abdomen pendulum
9.   Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section. Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.
10.  Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di RS dengan pengawasan yang teliti.
11.  Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis, jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dianjurkan mempertimbangkan  pemberian oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura uteri traumatika.


















BAB II
KAJIAN ASUHAN
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. “Z”
KALA II DENGAN RUPTUR UTERI DI PUSKESMAS XXX
TANGGAL 26 SEPTEMBER 2012
No. Register                                        : 408
Tanggal masuk Puskesmas      : 26 september 2012, pukul 18.10 Wita         
A.  Data subjektif
1.  Identitas Istri/suami
a.       Nama                      : Ny. “Z”         / Tn. “X”
b.      Umur                      :  42 tahun       / 47 tahun
c.       Nikah/lamanya       : 1x                  / 1x (± 15 tahun)
d.      Suku                       : Makassar       / Makassar
e.       Agama                    : Islam             / Islam
f.       Pendidikan             : SMA             / SMA
g.      Pekerjaan                : IRT                / Karyawan Swasta
h.      Alamat                    : Jl. Ratulangi. 11
2.  Ibu hamil ke lima dan pernah keguguran 1 kali lalu di kuret.
3.  Hamil sembilan bulan 
4.  HPHT 20 Desember 2011, TP 27  September 2012.
5.  Mengeluh sakit perut tembus belakang disertai pelepasan lendir bercampur darah sejak 5 jam yang lalu dan  sudah berkuat di rumah
± 30 menit di pandu oleh dukun
6.  Pada persalinan ini nyeri yang hebat, muncul sering kali, tidak teratur dan berbeda dengan persalinan lalu dan beberapa kali dibantu dengan dorongan kuat pada perut.
7.  Nyeri sangat hebat dan tak tertahankan kira-kira 1 jam yang lalu kemudian berangsur-angsur nyeri berhenti.
8.  Seperti ada sesuatu yang robek di perut.
9.  Perasaannya sesak, pusing
10.  Merasa nyeri saat perutnya di pegang
11.  Terakhir buang air kecil 2 jam yang lalu.
12.  Ingin buang air besar
B.  Data Objektif
1.  Keadaan umum            : gelisah dan ketakutan
2.  Tanda-tanda vital         :
a.    Tekanan darah        : 80 / 60 mmHg  
b.    Pernapasan : 30 x/menit, tidak teratur, dangkal
c.    Nadi                        : 100 x/menit, tidak teratur dan lemah
d.   Suhu                       : 38ºC
3.  Wajah                           : nampak pucat, tidak ada oedema
4.  Mata                             : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterus.
5.  Payudara                      :
a.    Simetris kiri dan kanan
b.    Tidak ada benjolan dan massa
c.    Puting susu terbentuk dan bersih
6.  Abdomen
a.    Pembesaran perut sesuai umur kehamilan
b.    Palpasi tidak dapat di lakukan dengan baik karena ibu mejerit    kesakitan pada saat perutnya di sentuh
c.    Bagian-bagian janin dapat di raba langsung di bawah dinding abdomen.
d.   DJJ terdengar kurang jelas dan tidak teratur dengan frekuensi 100 x/menit.
7.  Ekstremitas atas dan bawah
a.    Ujung-ujung ekstremitas teraba dingin.
b.    Tidak ada oedema.
c.    Refleks patella tidak di lakukan.
8.  Pemeriksaan dalam (Vagina Toucher) I :
a.    Vulva dan vagina   : membuka, nampak bengkak
b.    Serviks                                : tidak teraba lagi
c.    Pembukaan                         : 10 cm
d.   Selaput ketuban                  : sudah tidak utuh
e.    Presentase               : kepala, ubun-ubun kiri depan
f.     Penurunan               : hodge III
g.    Moulage                              : tidak ada
h.    Penumbungan                     : tidak ada
i.      Kesan panggul                    : cukup
j.  Pelepasan                             : darah berwarna segar
C.  Assessment
Aktual                      : GV PIII AI inpartu kala II dengan Ruptur uteri     imminens
Potensial                  : terjadi Syok
D.  Planning
Tanggal 26 September 2012, pukul 18.30 wita.
1.  Menyampaikan hasil pemeriksaan (ibu sudah pembukaan lengkap tetapi ada penyulit yang menyertai, menjelaskan kemungkinan untuk ditranfusi darah, dan dilakukan operasi)
2.  Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
3.  Memberi dukungan psikologis pada ibu
4.  Memberi cairan Ringer Laktat 28 tetes/menit
5.  Memantau Denyut Jantung Janin secara ketat (setiap 15 menit)
6.  Segera merujuk ibu dengan membawa BAKSOKUDO (Bidan, Alat, keluarga, Surat (dokumentasi), Obat, Kenderaan, Uang, Donor darah).

Tidak ada komentar: