Kamis, 01 November 2012

Makalah Abortus


T ugas        :     Askeb Lanjut I (PNC)


Penatalaksanaan abortus
                         
  
                            OLEH          : harlinda


 
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEknIK KESEHATAN MAKASSAR
DIV KEBIDANAN TAHUN 2012

PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN DENGAN ABORTUS
A.        PENGERTIAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin lebih dari 500 gram. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. (Prawiroharjo, S, 2008, hal 460 ).
Bentuk abortus dibagi menurut terjadinya abortus spontan ( abortus provokatus, kriminalis, medisinalis) dan menurut bentuk klinis (abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkompkletus, abortus habitualis, abortus yang tertahan(missed abortion),abortus infeksiosus.( Manuaba, I, 2008, hal 58).
1.      Abortus provokatus (indoset abortion) adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat, ini terbagi menjadi dua:
a.      Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa ibu.
b.      Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan seksual di luar perkawinan.
2.      Abortus komplet.
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
3.      Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal
4.      Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
 5.      Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim
6.      Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan
7.      Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
8.      Abortus Infeksiosus
Abortus  yang disertai infeksi genital.
B.        ETIOLOGI
Penyebab abortus ( early pregnancy loss ) bervariasi dan sering diperdebatkan. umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut.
Penyebab terjadinya abortus antara lain:
  1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
  2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
  3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
  4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
 C.        PATOLOGI
Abortus terjadi karena adanya perdarahan desidua basalis yang berdampak terjadi nekrosis jaringan sekitar sehingga sebagian atau seluruh hasil konsepsi keluar dan menyebabkan uterus menjadi berkontraksi. Hasil konsepsi kurang dari umur kehamilan 8 minggu dapat keluar seluruhnya, sedangkan hasil konsepsi dengan umur kehamilan 8–14 minggu maka hasil konsepsi keluar sebagian atau seluruhnya. Pengeluaran hasil konsepsi umumnya ditandai dengan perdarahan.
MEKANISME ABORTUS
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu:
Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu:
Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22:
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.

Laboratorium
1. Darah lengkap
o Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
o LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
2. Tes kehamilan
o  Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau kehamilan ektopik).
Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 – 5 minggu. Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia kehamilan 5 – 6 minggu). Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat, pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel atau non-viabel. Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan (gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Prognosis buruk bila dijumpai adanya:
  • Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak adanya kutub janin.
  • Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung kehamilan).
  • Frekuensi DJJ yang perlahan
            Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam cavum uteri. Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi. Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada detik jantung janin. Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa yolk sac atau embrio .
 
D.     TANDA DAN GEJALA
TANDA DAN GE
J
A
L
A
Abortus
Imminens



1.      Perdarahan  pervaginam
2.      Mulas sedikit atau tidak ada keluhan
3.      Ostium uteri masih tertutup
4.      Besar uterus sesuai umur kehamilan
5.      Tes urin masih positif
Abortus
Insipiens

1.      Perdarahan pervaginam dan semakin bertambah sesuai dengan pembukaan serviks
2.      Serviks telah mendatar dan  ostium uteri telah membuka, tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum ueri
3.      Mulas karena kontraksi yang sering dan kuat
4.      Besar uterus sesuai dengan umur kehamilan
5.      Tes urin masih positif
Abortus
Inkompletus
1.     Perdarahan biasanya masih terjadi jumlah nyapun bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus
2.     Kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uerti atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
3.     Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum ueri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan
Abortus
kompletus
1.      Biasa tidak ada keluhan .
2.      Biasa diawali dngan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tapi pertumbuhan terhenti.
3.      Pada pemeriksaan USG akan didapatka uterus yang mengecil , kantong gestasi yang mengecil,  dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran  fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
4.      Pemeriksaan tes urine  biasa hasil negatif setelah satu minggu dari terhentinya kehamilan.

Missed
Abortion
1.      Perdarahan  sedikit
2.      Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri, ostium uteri telah menutup
3.      Besar uterus tidak sesuai dengan umur  kehamilan
4.      Pemeriksaan tes urine biasanya masih positif 7 – 10 hari setelah abortus
Abortus
Habitualis
1.     Ostium serviks akan mebuka ( inkompeten )
2.     Tanpa rasa mules / kontraksi rahim  dan akhirnya terjadi pengeluaran janin
Abortus
Infeksiosus / sepsis

1.    Panas tinggi
2.    Tampak sakit dan lelah.
3.    Takikardi
4.    Perdarahan pervaginam yang berbau
5.    Uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
6.    Pemeriksaan laboratorium didapatkan tanda infeksi dan leukositosis




E.        PENANGANAN
1.         Abortus Imminens
a.    Berikan informent consent. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
b.    Tes urine
c.    Pemeriksaan USG
d.    Penderita melakukan tirah baring sampai perdarahan terhenti.
e.    Bisa diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontrkasi atau diberikan tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
f.     Peenderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu.
2.         Abortus Insipiens
a.    Berikan Informent consent
b.    Tes urine
c.    Pemeriksaan USG
d.    Perhatikan keadaan umum pasien dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan lakukan segera tindakan evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase jika perdarahan banyak.
e.    Berikan uterotonika.
f.     Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotik profilaksis.
3.         Abortus Inkomplet
a.    Berikan informen consent.
b.    Tes urine
c.    Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan pemeriksaan secara klinis.
d.    Bila terjadi perdarahan yang hebat segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa terhenti.
e.    Selanjutnya lakukan tindakan kuretase.
f.     Pasca tindakan diberikan uterotonika parenteral atau per oral dan antibiotika.
4.         Abortus Komplet
a.    Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah memadai.
b.    Pemeriksaan urine biasanya masih positif sampai 7 - 10 hari setelah abortus.
c.    Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi robonsia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
d.    Uterotonika tidak perlu diberikan.
5.         Missed Abortion
a.    Informent consent
b.    Pemeriksaan urine
c.    Pemeriksaan USG
d.    Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat  secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
e.    Bila umur kehamilan diatas 12 minggu tau kuang dari 20 minggu dengan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau meamtangkan kanalis serviks.bBeberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena cairan oksitosin dimulai daari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan, 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh
f.     Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali
g.    Setelah janin atau jarigan hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilajutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
h.    Pada dekade ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan cara poemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi dua kali dengan jarak 6 jam.
i.      Apabila terjadi hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah atau fibrinogen.
j.      Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
6.        Abortus Habitualis
Jika ibu belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus habitualis itu.
Disamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami – istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin rutin, pemeriksaan golongan darah , faktor Rh, dan tes terhadap sifilis; selanjutnya pada isteri dibuatkan kurve harian glukose darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa sperma.
Perlu diselidiki pula, apakah ada kelainan anatomik, baik kelainan bawaan atau kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi pada serviks uteri dan adanya mioma uteri dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologik, sedang mioma uteri submukosum, uterus septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui dengan melakukan histerogafi. Kadang-kadang perlu dilakukan laparoskopi untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kelainan anatomik pada uterus.
Selain terapi yang bersifat kausal, mak penderita dengan abortus habitualis, jika ia hamil, perlu mendapat perhatian yang khusus. Ia harus banyak istirahat, hal ini tidak berart i bahwa ia harus tinggal terus ditempat tidur, akan tetapi perlu  dicegah usaha – usaha yang melelahkan.
Pada hamil muda sebaiknya jangan bersenggama. Makanannya harus adekuat mengenai protein, hidrat arang, mineral dan vitamin. Khususnya dalam masa organogenesis pemeberian obat – obatan harus dibatasi dan obat – obat yang diketahui dapat mempunyai pengaruh jelekterhadap janin, dilarang. Dimana khususnya dimana faktor emosional memegang peranan penting, pengaruh dokter sangat besar utntuk mengatasi ketakutan dan kecemasan.
Terapi hormonal umumnya tidak perlu, kecuali jika ada gangguan fungsi tiroid, atau gangguan fase luteal. ( ilmu kandungan, prawirohardjo. S,Hal 249 )
7.        Abortus Infeksiosus
a.    Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuatb sesuai dengan kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus / flour yang keluar pervaginam.
b.    Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2x 1 gram. Selanjutnya antibiotik sesuai dengan kultur.
c.    Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
d.    Antibiotik dilanutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
e.    Apabila ditkutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina / uterus dengan larutan peroksida ( HO ) atau kalau perlu histerektomi total secepatnya.
8.         Abortus Provokatus
Ditinjau dari segi usia kehamilan, abortus provokatus medicinalis dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1.         Aborsi pada triwulan pertama sampai dengan 12 minggu. Pada kehamilan sampai batas 7 minggu pengeluaran isi rahim dilakukan dengan kuret tajam, agar ovum kecil tidak tertinggal, maka ovum uteri dikerok seluruhnya. Apabila kehamilan melebihi 6 sampai 7 minggu digunakan kuret tumpul sebesar yang dapat dimasukkan. Setelah hasil konsepsi sebagian besar lepas dari dinding uterus maka hasil tersebut dapat dikeluarkan dengan cunam abortuis dan kemudian dilakukan kerokan hati-hati dengan kuret tajam yang cukup besar, apabila diperlukan dimasukkan tampon kedalam uteri dan vagina yang akan dikeluarkan esok harinya.
2.         Abortus pada kehamilan 12 sampai 16 minggu. Aborsi dilakukan dengan menggunakan perpaduan antara dilatasi, kuret dan pengisapan. Bahaya dari cara ini adalah terbentuknya luka-luka yang menimbulkan pendarahan.
3.         Abortus pada triwulan kedua (Kehamilan sampai 16 minggu), dilakukan dengan menimbulkan kontraksi-kontraksi uterus supaya janin dan plasenta dapat dilahirkan secara spontan. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan esantasi (pembiusan lokal). 

Tidak ada komentar: