BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Peritonitis
adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus,
biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada peritoneum
Peritoneum
adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri
atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang
berfungsi menutupi sebagian besar dari organ – organ abdomen dan pelvis,
membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada
penggesekan. Organ – organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka
tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ – organ terhadap dinding
posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang
termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan
cabang-cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada
kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan Endometritis, Peritonitis, Tromboflebitis,
Infeksi Payudara, Bendungan ASI, Luka perineum ?
2.
Klasifikasi
Endometritis dan Tromboflebitis.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
ENDOMETRITIS
A. PENGERTIAN
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi. Terdapat berbagai tipe endometritis, yaitu :
2.
endometritis
sinsitial
(peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak)
3.
endometritis
tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba
fallopi,
biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.
B. PENYEBAB
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter
foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas
foetus. Endometritis juga dapat
diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia
coli
dan Fusobacterium
necrophorum. Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah
melahirkan atau melalui sirkulasi darah.
Terdapat
banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis,
yaitu retensio
sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain
itu, endometritis biasa terjadi setelah
kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran sesudah
melahirkan. Endometritis
dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi
plasenta
yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan
adanya Korpus
Luteum Persisten.
C. PATOGENESIS
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau
melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada
saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga
banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E.
coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella
sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
D. GEJALA KLINIS
Gejala
klinis endometritis yaitu lendir vagina yang berwarna keputihan sampai kekuningan
yang berlebihan, dan rahim membesar. Penderita dapat nampak sehat,
walaupun dengan lendir vagina yang kekuningan dan dalam rahimnya tertimbun
cairan. Pengaruh endometritis
terhadap kesuburan dalam jangka pendek adalah menurunkan kesuburan sedangkan
dalam jangka panjang endometritis
menyebabkan gangguan reproduksi karena terjadi perubahan saluran reproduksi.
E. DIAGNOSIS
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis
dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal dan
biopsi. Keluhan kasus endometritis
biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan
vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di
daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per rektal
akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak
dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
F. TERAPI
Terapi
endometritis, dapat dilakukan melalui
pemberian antibiotik sistemik, irigasi rahim, pemberian hormon estrogen untuk menginduksi respon rahim, dan injeksi prostaglandin untuk menginduksi uterus. Pengobatan yang direkomendasikan untuk endometritis yang agak berat adalah
memperbaiki vaskularisasi dengan mengirigasi uterus mempergunakan antiseptik ringan seperti lugol dengan konsentrasi yang rendah. Irigasi
diulangi beberapa kali dengan interval 2-3 hari. Antibiotik diberikan secara intra uterin dan intra
muskular. Leleran dapat dikeluarkan dengan menyuntikkan preparat estrogen. Untuk endometritis
ringan cukup diberikan antibiotika intra uterina.
Gambar endometrium
Anatomi organ reproduksi wanita
GAMBAR
ENDOMETRITIS
2. PERITONITIS
A.
PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput serosa yang melapisi
bagian dari rongga perut
B.
ETIOLOGI
Peritonitis
biasanya disebabkan oleh
Penyebaran infeksi dari
organ perut yang terinfeksi.
Yang paling sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, kandung empedu, usus buntu, asites (dimana cairan berkumpul di perut dan kemudian mengalami infeksi)
Yang paling sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, kandung empedu, usus buntu, asites (dimana cairan berkumpul di perut dan kemudian mengalami infeksi)
Peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan. Cedera pada kantung empedu, ureter, kandung kemih, atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut
Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis
sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritoneal. Usus
merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus
mengisi sebagian besar rongga abdomen
Peritonitis mekonium
dapat terjadi jika ada defek pada dinding usus pada masa antenatal
C.
PATOFISIOLOGI
Peradangan peritoneum merupakan
komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ –
organ abdomen (misalnya: apendisitis, salpingitis), rupture saluran cerna atau
dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme
yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokok dan
streptokok sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi
oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Abses terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita – pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstruksi usus9.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung – lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Peritonitis mekonium adalah peritonitis
non bakterial yang berasal dari mekonium yang keluar melalui defek pada dinding
usus ke dalam rongga peritoneum. Defek dinding usus dapat tertutup sendiri
sebagai reaksi peritoneal. Bercak perkapuran dapat terjadi dalam waktu 24 jam .
D.
DIAGNOSIS
Ø Gambaran
klinik
·
Biasanya penderita
muntah, demam tinggi, dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Pada palpasi
sebagian atau seluruh abdomen tegang, seperti ada tahanan atau nyeri tekan. Berkurangnya nafsu
makan; Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat,Tekanan darah menurun, Produksi urin menurun.
·
Infeksi dapat
meninggalkan jaringan parut yang membentuk perlengketan yang akhirnya bisa
menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa
berkembang dengan cepat; Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan
tertahan di usus halus dan di usus besar. Cairan juga akan merembes dari
peredaran darah ke dalam rongga peritoneum; Terjadi dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit; Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti gagal
ginjal akut (ARF)
·
Pada peritonitis
mekonium gejalanya berupa abdomen yang membuncit sejak lahir, muntah, dan edema
dinding abdomen kebiru – biruan
Ø Gambaran
radiologi
·
Foto roentgen di ambil
dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat
terlihat pada foto roentgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.
·
Pada pemeriksaan foto
polos abdomen dijumpai asites, tanda – tanda obstruksi usus berupa air-udara
dan kadang – kadang udara bebas (perforasi). Biasanya lambung, usus halus dan
kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus – usus
yang melebar biasanya berdinding tebal.
·
Pada peritonitis umum
gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik. Terdapat distensi baik pada
usus halus maupun pada usus besar. Pada foto berdiri terlihat beberapa fluid
level di dalam usus halus dan usus besar. Jika terjadi suatu ruptur viskus bisa
menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin akan terlihat pada kavitas
peritoneal.
Ø Gambaran Patologi
Dalam kondisi normal, peritoneum muncul keabu dan berkilau; itu menjadi
kusam 2-4 jam setelah onset peritonitis, awalnya dengan cairan serosa atau
sedikit keruh langka. Kemudian, eksudat menjadi lembut dan jelas supuratif;
pada pasien dehidrasi, ia juga menjadi sangat inspissated. Jumlah akumulasi
eksudat sangat bervariasi. Ini mungkin menyebar ke seluruh peritoneum, atau off
berdinding oleh omentum dan jeroan. Peradangan fitur infiltrasi oleh neutrofil
dengan eksudasi fibrino-purulen.
E.
PENATALAKSANAAN
v Antibiotik
biasanya diberikan secara intravena, tetapi mereka juga dapat ditanamkan
langsung ke peritoneum. Pilihan empiris antibiotik spektrum luas sering terdiri
dari beberapa obat, dan harus ditujukan terhadap agen yang paling mungkin,
tergantung pada penyebab peritonitis (lihat di atas), satu kali satu atau lebih
agen yang benar-benar terisolasi, terapi tentu saja menjadi sasaran pada
mereka.
v Operasi
(laparotomi) diperlukan untuk melakukan eksplorasi penuh dan lavage dari
peritoneum, serta untuk memperbaiki kerusakan anatomi kotor yang mungkin telah
menyebabkan peritonitis.Pengecualian adalah peritonitis bakteri spontan, yang
tidak selalu mendapatkan manfaat dari operasi dan dapat diobati dengan
antibiotik dalam contoh pertama.
Apabila
pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien
untuk tindakan bedah antara lain:
·
Mempuasakan
pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
·
Pemasangan
NGT untuk dekompresi lambung.
·
Pemasangan
kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
·
Pemberian
terapi cairan melalui I.V
·
Pemberian
antibiotic.
Terapi
bedah pada peritonitis yaitu :
Kontrol
sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
Pencucian
ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa, lavase,
irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan
jaringan yang nekrosis.
Debridemen
: mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
Irigasi
kontinyu pasca operasi.
Terapi
post operasi:
Pemberian
cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
Pemberian
antibiotic.
Oral-feeding,
diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.
F.
PROGNOSIS
Jika ditangani dengan baik, terutama
pada kasus - kasus pembedahan peritonitis (perforasi ulkus peptik,
appendisitis, dan divertikulitis) mempunyai angka kematian < 10% dan pasien
kembali sehat seperti sediakala, tetapi pada pasien – pasien dengan usia di
atas 48 tahun, angka mortalitasnya sekitar 40% jika disertai dengan penyakit –
penyakit lainnya dan sistem imunnya menurun. Pada anak – anak prognosis pada
umumnya baik setalah mendapat pengobatan dengan antibiotik. Jika peritonitis
terjadi secara menyeluruh, selalu berakibat fatal.
G.
KOMPLIKASI
Pengasingan cairan dan elektrolit, seperti diungkapkan
oleh penurunan tekanan vena sentral, dapat menyebabkan gangguan elektrolit, serta
hipovolemia signifikan, mungkin menyebabkan syok dan gagal ginjal akut.
Sebuah abses peritoneal dapat membentuk (misalnya, di
atas atau di bawah hati, atau dalam omentum minus.
Sepsis dapat berkembang, sehingga budaya darah harus
diperoleh.
Cairan dapat mendorong pada diafragma, menyebabkan
kesulitan bernapas belat dan berikutnya.
GAMBAR PERITONITIS
3.
TROMBOFLEBITIS
A. PENGERTIAN
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme
patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya.
Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi pada kehamilan tetapi
lebih sering ditemukan pada masa nifas.
B.
PENYEBAB
Ada beberapa penyebab tromboflebitis,antara lain :
§ Perubahan susunan darah
§ Perubahan laju peredaran darah
§ Perlukaan lapisan intema pembuluh
darah
Pada masa hamil dan khususnya
persalinan saat terlepasnya plasenta kadar fibrinogen yang memegang peranan
penting dalam pembekuan darah meningkat sehingga memudahkan timbulnya
pembekuan.
Faktor predisposisi
·
riwayat bedah kebidanan
·
usia lanjut
·
multi paritas
·
varices
·
infeksi nifas
Trombosis bisa terdapat pada
vena-vena kaki juga pada vena-vena panggul. Trombosis pada vena-vena yang dekat
pada permukaan biasanya disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis.
Adanya septikhema, dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari
darah.
C.
KLASIFIKASI
Ada 2 macam
tromboflebitis, yaitu :
v
Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai
vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum yaitu vena ovarika, vena uterina
dan vena hipogastika. Vena yang paling sering terkena adalah vena ovarika
dextra perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ke vena renalis, sedangkan perluasan
infeksi dari vena ovarika dextra adalah ke vena cava inferior.
Gejala
ü Nyeri terdapat pada perut bagian
bawah atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau
tanpa panas
ü Penderita tampak sakit berat dengan
gambaran karakteristik sebagai berikut :
·
Menggigil berulang kali, menggigil terjadi sangat berat
(30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari.
Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
·
Suhu badan naik turun secara tajam (36ᵒC-40ᵒC)
·
Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan
·
Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana terutama
ke paru-paru
·
Gambaran darah
Ø Terdapat leukositosis
Ø Untuk membuat kultur darah, darah
diambil pada saat tepat sebelum mulai menggigil, kultur darah sangat sukar
dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
Ø Pada pemeriksaan dalam hampir tidak
ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika
Komplikasi
Adapun komplikasi
yang dapat di timbulkan, yaitu :
ü Komplikasi pada paru-paru infark, abses,
pneumonia
ü Komplikasi pada ginjal sinistra,
yaitu nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria.
ü Komplikasi pada mata, persendian dan
jaringan subkutan.
Penanganan
Adapun penanganan
yang dapat dilakukan, yaitu :
v Rawat inap, penderita tirah baring untuk
pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonal.
v Therapi medik, pemberian antibiotika atau
pemberian heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli pulmonal
v Therapi operati , peningkatan vena cava inferior dan
vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru
meskipun sedang dilakukan heparisasi
v Tromboflebitis
femoralis (Flegmasia alba dolens)
Tromboflebitis femoralis mengenai
vena-vena pada tungkai misalnya pada vena femoralis, vena poplitea dan vena
safena.
Edema pada salah satu tungkai
kebanyakan disebabkan oleh suatu trombosis yaitu suatu pembekuan darah balik
dengan kemungkinan timbulnya komplikasi emboli paru-paru yang biasanya
mengakibatkan kematian
Penilaian klinik
Ø Keadaan umum tetap baik, suhu badan
subfebris 7-10 hari kemudian suhu mendadak baik kira-kira pada hari ke 10-20
yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
Ø Pada salah satu kaki yang terkena,
akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi
dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki
yang lain.
b) Seluruh bagian dari salah satu vena
pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan
daerah paha
d) Reflektorik akan terjadi spasmus
arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, dan nyeri
e) Edema kadang-kadang terjadi selalu
atau setelah nyeri, pada umumnya terdapat pada paha bagian atas tetapi lebih
sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian meluas dari
bawah keatas
f) Nyeri pada betis
g) Pada trombosis vena femoralis, vena
dapat teraba didaerah lipat paha
h) Oedema pada tungkai dapat dibuktikan
dengan mengukur lingkaran dari betis dan dibandingkan dengan tungkai sebelah
lain yang normal.
Penanganan
·
Perawatan
1) Kaki ditinggikan untuk mengurangi
oedema lakukan kompres pada kaki
2) Setelah mobilisasi kaki hendaknya
tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki yang panjang elastik selama
mungkin
3) Jangan menyusui bayinya, mengingat
kondisi ibu yang sangat jelek
4) Terapi pemberian antibiotik dan anti
analgesik
Gambar Tromboflebitis
4.
Infeksi Payudara ( Mastitis)
A. Mastitis
ü Definisi
Dalam masa
nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada mammae terutama pada primipara.
Tanda-tanda adanya infeksi adalah
rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus aureus. Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses.
rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus aureus. Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses.
ü Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan
oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus
aureus).Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran
air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting
susu).Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering
terjadidalam waktu 1-3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui
mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Pada wanita
pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari
saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.Perubahan hormonal di dalam
tubuh wanita menyebabkan penyumbatansaluran air susu oleh sel-sel kulit yang
mati. Saluran yang tersumbat inimenyebabkan payudara lebih mudah mengalami
infeksi.
ü Gejala
Adapun gejalanya sebagai berikut :
Bengkak dan nyeri
Payudara tampak merah pada keseluruhan atau di tempat
tertentu
Payudara terasa keras dan berbenjol-benjol
Ada demam dan rasa sakit umum.
Berdasarkan
tempatnya infeksi dibedakan menjadi :
Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae.
Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses
ditempat itu
Mastitis pada
jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses antara
mammae dan otot-otot dibawahnya.
ü Pencegahan
Perawatan
putting susu pada laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis.
Perawatan terdiri atas membersihkan putting susu dengan minyak baby oil sebelum
dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering.
Selain itu juga memberi pertolongan kepada ibu menyusui bayinya harus bebas
infeksi dengan stafilococus. Bila ada luka atau retak pada putting sebaiknya
bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan, dan air susu dapat
dikeluarkan dengan pijitan.
ü Pengobatan
Segera setelah
mastitis ditemukan pemberian susu pada bayi dihentikan dan diberikan pengobatan
sebagai berikut :
Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara
Kompres dingin
Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam
Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan
Bila ada abses,
nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit mungkin pada abses, dan nanah
dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ketengah abses, agar nanah bisa keluar.
Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan
jalannya duktus-duktus. Atau jika terdapat masa padat, mengeras dibawah kulit
yang kemerahan :
Berikan antibiotik kloksasilin 500 mg per oral 4 kali
sehari selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari
Drain abses :
a. Anestesi umum
dianjurkan
b. Lakukan insisi radial dari batas puting ke
lateral untuk menghindari cidera atau duktus
c. Gunakan sarung tangan steril
d. Tampon longgar
dengan kasa
e. Lepaskan tampon
24 jam ganti dengan tampon kecil
f. Jika masih banyak pus tetap berikan
tampon dalam lubang dan buka tepinya
g. Yakinkan ibu
tetap menggunakan kutang
h. Berikan
paracetamol 500 mg bila perlu
i.
Evaluasi 3 hari
ü Penanganan Dan Peran Bidan
§ Payudara dikompres dengan air hangat
§ Untuk mengurangi rasa sakit dapat
diberikan pengobatan analgetika
§ Untuk mengatasi infeksi diberikan
antibiotika
§ Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya
§ Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan istirahat cukup
5. Bendungan ASI
A. Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan
dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu. Bendungan air susu
adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan
limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan. (Sarwono,
2005).
B. Faktor Penyebab Bendungan ASI
Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1) Pengosongan mamae yang tidak
sempurna
Dalam
masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara
tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada
masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi
tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3) Faktor posisi menyusui bayi yang
tidak benar
Teknik
yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui
bayinya dan terjadi bendungan ASI
4) Puting susu terbenam
Puting
susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI.
5) Puting susu terlalu panjang
Puting
susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi
tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan
ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
C. Gejala Bendungan ASI
Gejala
yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah :
1. Bengkak pada payudara
2. Payudara terasa keras
3. Payudara terasa panas dan nyeri
D. Pencegahan
Pencegahan
yang dapat dilakukan,yaitu :
·
Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30
menit) setelah dilahirkan
·
Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
·
Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi
melebihi kebutuhan bayi
·
Perawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
·
Menyusui yang sering
·
Memakai kantong yang memadai
·
Hindari tekanan local pada payudara
E. Penatalaksanaan
§ Kompres air hangat agar payudara
menjadi lebih lembek
§ Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih
mudah ditangkap dan di isap oleh bayi
§ Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa
ASI
§ Untuk mengurangi ras sakit pada
payudara berikan kompres dingin
§ Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah
benih dilakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putting kearah
korpus.
6.
LUKA PERINEUM
A. Definisi
Luka adalah
suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit.
Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Ismail, 2012).
Perineum
adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis,
2007)
B.
Bentuk
Luka Perineum
Bentuk luka perineum
2 macam, yaitu:
1.
.Rupture
Rupture
adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk rupture
biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan
Ada empat tingkatan robekan perineum
:
a.
Derajat 1 : Robekan mengenai daerah
mukosa vagina dan kulit perineum
b.
Derajat 2 : Robekan mengenai daerah
mukosa vagina, kulit perineum dan otot perineum
c.
Derajat 3 : Robekan mengenai daerah
mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan sfingterani
d.
Derajat 4 : Robekan mengenai daerah
mukosa vagina, kulit perineum, otot sfingterani dan meluas hingga mukosa rektum
2.
Episiotomi
Episiotomi
adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang
dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi
Episiotomi
adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. (Wiknjosastro,
2008)
Tipe
episiotomi yang sering dijumpai, yaitu:
a.
Episiotomi medial
b.
Episiotomi mediolateral
C.
Penanganan
1.
Lakukan eksplorasi untuk
mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
2.
Lakukan irigasi pada tempat luka
3.
Jepit dengan ujung klem sumber
perdarahan, kemudian diikat dengan benang yang dapat diserap
4.
Lakukan penjahitan luka
5.
Khusus pada ruptura perineum komplit
(hingga anaus dan sebagian rectum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan
bantuan busi pada rectum
6.
Setelah tindakan, periksa
tanda-tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahn
pasca tindakan
7.
Beri antibiotik profilaksis
8.
Apabila Hb dibawah 8 gram %, lakukan
transfusi darah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, selaput serosa
yang melapisi bagian dari rongga perut
Tromboflebitis adalah invasi/perluasan
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan
cabang-cabangnya
Infeksi
payudara ( Mastitis ) adalah peradangan yang pada mammae.. Bendungan air
susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005)
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada
kulit. Luka adalah kerusakan kontinuitas
kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Ismail, 2012)
Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang
dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2007)
B.
Saran
Diharapkan kepada semua tenaga kesehatan,khususnya
bidan agar mampu mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi pada masa
nifas
DAFTAR PUSTAKA
Saifudin, Abdul Bari
Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Maryunani M. 2009
Asuhan kegawatdaruratan dalm kebidanan. Jakarta : Traninfomedia
http://www.merck.com/mmhe/sec09/ch132/ch132g.html.
Diperoleh 2007/11/25.
Peritonitis: Darurat: Merck Manual Home Edition.
Peritonitis: Darurat: Merck Manual Home Edition.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar