Senin, 03 Juni 2013

PAP SMEAR, IVA, BIOPSI


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Pap Smear
1.      Definisi Pap Smear
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto, 2008).
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim (Diananda, 2009).
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa dilakukan setiap saat, kecuali pada saat haid (Dalimartha, 2004).
Pap Smear pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr. George Papanicolou dan Dr. Aurel Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943 (Purwoto & Nuranna, 2002).

2.      Manfaat Pap Smear
Pemeriksaan Pap Smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring (skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih murah dan mudah (Dalimartha, 2004).
Pap Smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium awal sehingga lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif (Crum, Lester, & Cotran, 2007).
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut (Manuaba, 2005):
a.     Diagnosis dini keganasan
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b.     Perawatan ikutan dari keganasan
Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan radiasai.
c.      Interpretasi hormonal wanita.
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran pada hamil muda.
d.     Menentukan proses peradangan
Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur.

3.      Petunjuk Pemeriksaan Pap Smear
American Cancer Society (2009) merekomendasikan semua wanita sebaiknya memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual. Pap Smear dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun, kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes setiap tahun.
Selain itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak dianjurkan melakukan tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah menjalani histerektomi tanpa pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes Pap atau skrining lainnya sesuai rekomendasi di atas.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (1989) dalam Feig (2001), merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah usia 18 yahun atau setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan satu pemeriksaan fisik pelvik normal, interval skrining dapat diperpanjang, kecuali pada wanita yang memiliki partner seksual lebih dari satu.
Pap Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada pasien yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan tuntas. Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear (Bhambhani, 1996).

4.      Kapan Melakukan Pap Smear?
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan  paling tidak setahun sekali bagi wanita yang sudah menikah atau yang telah melakukan hubungan seksual. Para wanita sebaiknya memeriksakan diri sampai usia 70 tahun.
Pap Smear dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Persiapan pasien untuk melakukan Pap Smear adalah tidak sedang haid, tidak coitus 1 – 3 hari sebelum pemeriksaandilakukan dan tidak sedang menggunakan obat – obatan vaginal.

5.      Alur Pemeriksaan Pap Smear
Pengambilan sampel dapat dilakukan oleh dokter umum, dokter spesialis maupun bidan/ paramedis. Sedangkan yang memproses sampel adalah analis/ teknisi laboratoriun dan yang mendiagnosa hasil adalah ahli patologi anatomi (dokter spesialis PA).

6.      Sampel / Bahan yang Diperiksa
Bahan yang dapat dijadikan sampel adalah dari cervical/ vaginal smear, sputum, bronchial washing/ brushing, nasopharyngeal smear/ washing/ brushing, urincairan lambung/ pleura/ ascites/ sendi, liquor cerebrospinal, aspirat AJH, inprint neoplasma. Sampel yang biasa digunakan adalah dari cervical/ vaginal smear.

7.      Sarana Prasarana yang Diperlukan dalam Pap Smear
Sarana prasarana yang diperlukan dalam pemeriksaan pap smear antara lain : ruangan khusus, meja ginekologi, tenaga ahli dan terampil, spekulum steril, peralatan yang menunjang untukpemeriksaan Pap Smear (spatula, obyek glass, cairan untuk fiksasi, tabung fiksasi, mikroskop), alat tulis (misal spidol marker, label, pensil), formulir Pap Smear, medical records, laboratorium sitologi dengan petugas terampil/ ahli dalam menginterpretasikan hasil, transportasi pengirimanhasil Pap Smear, sistem informasi untuk meyakinkan klien dalam melakukan kunjungan ulang,kualitas sistem asuransi untuk memaksimalkan keakuratan.

8.      Fiksasi Sampel
Fiksasi sampel adalah cara mengawetkan sampel dengan bahna kimia tertentu agar sel yang terkandung dalam sampel tidak rusak/ lisis. Bahan kimia untuk fiksasi antara lain : alkohol 96 %, alkohol 70 %, methanol, alkohol 50 %, either – alkohol 95 %. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk fiksasi sampel adalah alkohol 96%.

9.      Alat Pengambilan Sampel
Alat pengambilan sampel untuk pap smear dengan menggunakan spatula yang dapat terbuat dari kayu maupun plastik. Jenis spatula antara lain : cervix brush, cytobrush, plastic spatula, maupun wooden spatula.

10.   Teknik pemeriksaan Pap smear
Dua hari menjelang pemeriksaan, ibu dilarang melakukan senggama maupun memakai obat-obatan yang dimasukkan ke dalam liang senggama. Waktu yang baik untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi. Terlebih dahulu mengisi informed consent dan formulirPap Smear secara lengkap dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan. Ibu dalam posisi litotomi, pasang spekulum vagina tanpa menggunakan pelicin, dan tanpa melakukan periksadalam sebelumnya. Setelah portio tampak, maka spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, lalu spatula diputar 180° searah jarum jam. Spatula dengan ujung pendek diusap 360° pada permukaan serviks. Lendir yang didapat dioleskan pada objek glass berlawanan arah jarum jam. Apusan hendaknya dilakukan sekali saja, lalu difiksasi atau direndam dalam larutan alkohol 96% selama 30 menit. Sediaan dapat dikirim secara basah (tetap direndam dalam alkohol) atau dikirim secara kering dengan mengeringkan sediaan setelah direndam dalam alkohol. Selanjutnya sediaan tadi dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk diperiksa.

11.   Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembuatan Sediaan Apus
Hal yang harus diperhatikan dalam  pembuatan sediaan apus adalah membuat sediaan apusan tipis merata; segera fiksasi sesuai metode pewarnaan PAP; membuat sediaan sedikit mungkin mengandung darah; menjaga kebersihan obyek glass yang digunakan; menghindari bahan kimia yang merusak sel; menyiimpan ditempat yang bersih, kering dan aman; memberi label pada obyek glas yang digunakan.

12.   Ketepatan Diagnostik Sitologi
Kualitas suatu tes penapisan dapat diukur dengan :
a.     Sensitivitas : Kelompok wanita dengan tes positif diantara yang sakit.
b.     Spesifisitas : Kelompok wanita dengan tes negatif diantara yang tidak sakit.
Angka negatif palsu diperkirakan berkisar 5-50%, kesalahan terbanyak disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat (62%), kegagalan skrining (15 %) dan kesalahan interpretasi (23%). Sedangkan angka positif palsu berkisar 3-15 %. Ketepatan diagnostic perlu memperhatikan komponen endoserviks dan ektoserviks yang dapat menggabungkan cytobrush dan spatula.
Kesalahan yang sering terjadi :
a.     Sediaan apus terlalu tipis, hanya mengandung sedikit sel.
b.     Sediaan apus terlalu tebal dan tidak merata, sel bertumpuk-tumpuk sehingga menyulitkanpemeriksaan.
c.      Sediaan apus telah kering sebelum difiksasi (terlalu lama diluar, tidak segera direndam di dalam cairan fiksatif).
d.     Cairan fiksatif tidak memakai alkohol 96 %.
13.   Petunjuk untuk penapisan :
a.     Pemeriksaan tes Pap dilakukan setelah 2 tahun aktif dalam aktifitas seksual.
b.     Interval penapisan. Wanita dengan tes Pap negatif berulang kali diambil setiap 2 tahun, sedangwanita dengan kelainan atau hasil abnormal perlu evaluasi lebih sering.
c.      Pada usia 70 tahun atau lebih tidak diambil lagi dengan syarat hasil 2 kali negatif dalam 5 tahun terakhir.

14.   Interpretasi Hasil Pap Smear
Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu:
a.     Kelas I : tidak ada sel abnormal.
b.     Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.
c.      Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang.
d.     Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e.     Kelas V : keganasan.
Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat (Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Semar terdiri dari (Feig, 2001):
a.     CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.
b.     CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.
c.      CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001. Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002):
a.     Sel skuamosa
1)    Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US)
2)    Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)
3)    High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)
4)    Squamous Cells Carcinoma
b.     Sel glandular
1)    Atypical Endocervical Cells
2)    Atypical Endometrial Cells
3)    Atypical Glandular Cells
4)    Adenokarsinoma Endoservikal In situ
5)    Adenokarsinoma Endoserviks
6)    Adenokarsinoma Endometrium
7)    Adenokarsinoma Ekstrauterin
8)    Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)

B.    IVA (Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat)
1.      Pengertian
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya Delia, 2010).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatife dari pap smear karena biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel S Sinta,dkk,2010).

2.      Tujuan IVA
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

3.      Jadwal IVA
Program Skrining Oleh WHO :
a.     Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
b.     Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
c.      Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
d.     Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
e.     Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
f.       Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

4.      Keunggulan dari Test Pap Smear
Keunggulan dengan tes pap smear adalah pap smear harus menunggu waktu mendapatkan hasilnya sedangkan IVA tidak perlu menunggul lama, karena hasilnya akan segera diketahui.
Sensitivitas IVA bahkan lebih tinggi dari Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada kelainan di serviks akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker. Dengan deteksi dini secara teratur, kanker serviks dapat diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat.

5.      Metode skrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya:
a.     Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
b.     Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
c.      Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d.     Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
e.     Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f.       Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.

6.      Prosedur Diagnosis IVA
a.     Siapa Yang Harus Menjalani Tes IVA
Menjalani tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 dan 45 tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Sejumlah faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim, diantaranya sebagai berikut:
1)        Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20)
2)        Memiliki banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
3)        Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), seperti Chlamydia atau gonorrhea, dan khususnya HIV/AIDS
4)        Ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
5)        Hasil Pap Smear sebelumnya yang tak normal
6)        Merokok
7)        Tidak sedang datang bulan/haid
8)        Tidak sedang hamil
9)        24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Selain itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis., HIV/AIDS) atau mengunakan costicosteroid secara kronis (mis.,pengobatan asma atau lupus) berisiko lebih tinggi terjadinya kanker leher rahim jika mereka memiliki HPV. (FK.UI.,dll., 2007).

b.     Kapan Harus Menjalani Tes IVA
Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang sederhana untuk ibu tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1 tahun secara berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau pengobatan yang lebih lanjut.

c.     Penilaian Klien.
Tanyakan riwayat singkat kesehatan reproduksinya, antara lain:
1)     Riwayat menstruasi
2)     Pola pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)
3)     Paritas
4)     Usia pertama kali berhubungan seksual
5)     Penggunaan alat kontrasepsi

d.     Peralatan dan Bahan Lain
IVA dapat dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai berikut ini:
1)     Meja periksa
2)     Sumber cahaya/lampu
3)     Spekulum Bivalved (Cusco or Graves)
4)     Rak atau wadah peralatan

e.     Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
1)     Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim.
2)     Sarung tangan periksa harus baru
3)     Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika menonjol melalui bilah spekulum.
4)     Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%)
Untuk melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher rahim.
Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim (sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi “acetowhite”. Pertama-tama petugas melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim, lalu dibersihkan untuk menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan secara merata pada serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK (sambungan skuamokolumner), sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel glanduler diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. hasil tes (positif atau negatif) harus dibahas.

7.    Cara Penggunaan
a.     IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada permukaan mulut rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium.
b.     Hasil dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif. Maka jika hal itu terjadi maka dapat dilakukan biposy.
c.      Untuk mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan.
d.     Pemeriksaan dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di Puskesmas atau di tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih ekonomis. (Sukaca, 2009 : 100)

8.    Langkah-Langkah Melakukan Tes IVA
a.     Penilaian Klien
1)     Menyambut pasien dengan hormat dan penuh keramahan
2)     Menjelaskan mengapa tes IVA direkomendasi dan menjelaskan prosedurnya
3)     Memberitahukan pasien kemungkinan temuan dan apa follow up atau terapi yang dibutuhkan.
b.     Persiapan
1)     Cek apakah alat dan instrumen sudah tersedia
2)     Memastikan bahwa lampu tersedia dan siap digunakan
3)     Cek apakah pasien telah mengosongkan kandung kencing dan mencuci atau membilas daerah genitalnya
4)     Mintakan pasien untuk menanggalkan pakaiannya sampai ke pinggang
5)     Membantu pasien naik ke meja pemeriksaan dan menutupinya.
6)     Cuci tangan dengan sabun dan air dan keringkan dengan udara atau kain bersih. Lalu palpasi perut.
7)     Pakai sepasang sarung tangan bedah yang telah disterilkan dengan desinfektan tingkat tinggi. Jika tersedia pakai sarung tangna kedua pada satu tangan.
8)     Atur instrumen dan alat-alat di atas baki yang telah disterilkan, jika belum dilakukan.
c.      Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat
1)     Periksa alat kelamin luar dan cek discharge pada urethra
2)     Raba kelenjar skena dan kelenjar bartholini
3)     Masukkan spekulum sehingga seluruh serviks dapat terlihat
4)     Letakkan spekulum dalam posisi terbuka sehingga spekulum tetap pada posisi dimana serviks tetap kelihatan. Jika memakai sarung tangan sebelah luar, masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% dan pindahkan sarung tangan dengan cara memutarnya dari dalam keluar
**Jika membuang sarung tangan, letakkan di dalam satu tas plastik   atau container yang tahan bocor.
**Jika menggunakan kembali sarung tangan, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
5)     Gerakkan sumber cahaya sehingga dapat melihat serviks dengan jelas
6)     Pariksa serviks apakah ada radang serviks, ekstropion, tumor, kista nabothi atau ulkus.
7)     Pakai kapas lidi bersih untuk mengambil cairan, darah atau mukus dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam kantong plastik atau kotak yang tahan bocor
8)     Identifikasi mulut serviks, squamocolumnar junction (SCJ) dan daerah transformasi.
9)     Celupkan kapas lidi dalam larutan asam asetat dan oleskan pada serviks.
10)  Tunggu 1 menit agar asam asetat diserap dan perubahan aceto white kelihatan.
11)  Periksa SCJ dengan hati-hati, cek apakah serviks mudah berdarah dan cari aceto white epithelium.
12)  Jika perlu, oleskan lagi kapas lidi pada serviks untuk membersihkan mucus, darah, debris.
13)  Jika pemeriksaan visual telah selesai, pakai kapas lidi baru untuk membersihkan sisa-sisa asam asetat pada serviks dan vagina.
14)  Lepaskan spekulum. Jika tes IVA negatif, masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi. Jika tes IVA positif, masukkan spekulum ke dalam kotak desinfektan tingkat tinggi.
15)  Lakukan pemeriksaan bimanual dan rektovaginal (jika ada indikasi)

9.      Kategori IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
a.     IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
b.     IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
c.      IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
d.     IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).



C.    Biopsi
1.      Pengertian
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian tubuh yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosis dengan biopsi, misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang dapat dilihat dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan yang terjadi.

2.      Cara Pengambilan dan Pengiriman Biopsi
Teknik Biopsi
a.     FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) atau Si Bajah (Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus) → Menggunakan alat yang terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml, jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol atau betadin. Tumor dipegang lembut lalu jarum diinsersi segera ke dalam tumor. Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di dalam tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan cara demikian sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik. Piston dalam tabung dikembalikan pads posisi semula dengan cara melepaskan pegangan. Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara dan dikirimkan ke laboratorium. Sering terjadi false negative karena kemungkinan jarum tidak tepat mengambil sel yang terkena kanker.
b.     Stereotactic Needle Biopsy (Core Biopsy) → Dilakukan pada suatu gumpalan (bengkak) yang sulit untuk dilihat atau dirasakan. Jarum akan dituntun ke area yang dicurigai dengan bantuan mammography atau ultrasound, dan X-ray akan memastikan area yang ingin dibiopsi.
c.      Incisional Biopsy → Seperti operasi pembedahan pada umumnya. Pengambilan irisan dari benjolan. Pada umumnya tipe ini dilakukan pada pembengkakan di jaringan ikat seperti otot.
d.     Excisional Biopsy → Keseluruhan benjolan diambil. Sering dilakukan pada benjolan di dada. False negative jarang terjadi.

3.      Pengiriman Biopsi
Jaringan harus dimasukkan ke dalam larutan fiksasi secepat mungkin setelah diambil dari tubuh, apalagi bila organ tersebut mudah membusuk misalnya otak, hati, paru, usus dan organ dalam lainnya; jangan ditunggu sampai operasi selesai. Fiksasi dapat dilakukan dengan formalin 10% atau alkohol 70%.
Beberapa Cara Pengiriman
a.     Fiksasi Basah (Wet Fixation)
Sediaan segar yang baru saja diperoleh segera  dicelupkan ke dalam fiksasi selama 30-40 menit. Kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi serta botol perendamnya. Untuk mengatasi risiko pengiriman yang sulit dengan botol yang berisi cairan yang mungkin tumpah, maka setelah sediaan tersebut difiksasi selama 30 menit, dikeluarkan dari cairan dan dikeringkan di udara kamar. Setelah kering sediaan dapat dimasukkan ke dalam tabung atau di dalam karton yang telah disiapkan. Bahan fiksasi sebaiknya digunakan alkohol yang mudah didapat.
b.     Fiksasi Pelapis (Coating Fixative)
Zat-zat ini adalah campuran dari alkohol basa yang memfiksasi sel-sel dan bahan seperti lilin yang membentuk lapisan pelindung yang tipis di atas sel.
c.      Aerosol yang dipakai dengan cara menyemprotkannya pada sedikit.
d.     Liquid basa diteteskan di atas sediaan sesegera mungkin

4.      Interpretasi Hasil Pemeriksaan Biopsi
a.     Posisif maligna disebut positif → "mandat" untuk melakukan tindakan lebih lanjut antara lain survei metastasis, menentukan stadium, memilih alat diagnostik lain bila diperlukan dan mendiskusikan pola pengobatan.
b.     Kelainan jinak disebut negatif → belum dapat menyingkirkan adanya kanker; perlu dipikirkan kemungkinan negatif palsu.
c.      Mencurigakan maligna disebut suspek → mungkin memerlukan pemeriksaan lain sebelum pengobatan antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun sitologi imprint atau kerokan durante operasionam.
d.     Tidak dapat diinterpretasi disebut inkonklusif → dapat terjadi karena kesalahan teknik atau karena situasi tumor, misalnya mudah berdarah, reaksi jaringan ikat banyak atau tumor terlalu kecil, sehingga sulit memperoleh sel tumor. Dalam praktek, sitologi inkonklusifmeningkatkan false negative.

Tidak ada komentar: