BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pap
Smear
1.
Definisi
Pap Smear
Tes Pap Smear
adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya
perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai
tanda awal keganasan serviks atau prakanker (Rasjidi, Irwanto, Sulistyanto,
2008).
Pap Smear
merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman dan
murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi
kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim (Diananda, 2009).
Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit, serta bisa dilakukan setiap saat,
kecuali pada saat haid (Dalimartha, 2004).
Pap Smear
pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr. George Papanicolou dan Dr. Aurel
Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943 (Purwoto & Nuranna, 2002).
2.
Manfaat
Pap Smear
Pemeriksaan Pap
Smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring (skrining) dan pelacak adanya
perubahan sel ke arah keganasan secara dini sehingga kelainan prakanker dapat
terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih murah dan mudah (Dalimartha,
2004).
Pap
Smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium awal sehingga lesi dapat
ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif (Crum, Lester, &
Cotran, 2007).
Manfaat
Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut (Manuaba, 2005):
a. Diagnosis
dini keganasan
Pap Smear
berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium,
keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b. Perawatan
ikutan dari keganasan
Pap Smear
berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat
kemoterapi dan radiasai.
c. Interpretasi
hormonal wanita.
Pap Smear
bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi,
menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran pada hamil
muda.
d. Menentukan
proses peradangan
Pap Smear
berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan
jamur.
3. Petunjuk
Pemeriksaan Pap Smear
American
Cancer Society (2009) merekomendasikan semua wanita sebaiknya memulai
skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual. Pap Smear dilakukan
setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes Pap
Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun,
kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes setiap tahun.
Selain
itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak dianjurkan melakukan
tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah menjalani histerektomi tanpa
pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes Pap atau skrining lainnya sesuai
rekomendasi di atas.
Menurut
American College of Obstetricians and Gynecologists (1989) dalam Feig
(2001), merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah usia 18
yahun atau setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan satu
pemeriksaan fisik pelvik normal, interval skrining dapat diperpanjang, kecuali
pada wanita yang memiliki partner seksual lebih dari satu.
Pap
Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat melakukan
Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada pasien
yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan tuntas.
Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau menggunakan
pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan hubungan seksual
selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear (Bhambhani, 1996).
Pemeriksaan Pap Smear dilakukan paling tidak setahun
sekali bagi wanita yang sudah menikah atau yang telah
melakukan hubungan seksual. Para wanita sebaiknya memeriksakan diri sampai
usia 70 tahun.
Pap
Smear dapat
dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Persiapan pasien untuk melakukan Pap Smear adalah tidak sedang haid, tidak coitus 1 – 3 hari sebelum pemeriksaandilakukan dan tidak sedang menggunakan obat
– obatan vaginal.
Pengambilan sampel dapat dilakukan oleh
dokter umum, dokter spesialis maupun bidan/ paramedis. Sedangkan yang memproses sampel adalah
analis/ teknisi laboratoriun dan yang mendiagnosa hasil adalah ahli patologi anatomi (dokter spesialis PA).
6. Sampel / Bahan yang Diperiksa
Bahan yang dapat dijadikan sampel adalah
dari cervical/ vaginal smear, sputum, bronchial washing/ brushing,
nasopharyngeal smear/ washing/ brushing, urin, cairan lambung/ pleura/ ascites/ sendi,
liquor cerebrospinal, aspirat AJH, inprint neoplasma. Sampel yang biasa
digunakan adalah dari cervical/ vaginal smear.
Sarana prasarana yang diperlukan
dalam pemeriksaan pap smear antara lain : ruangan khusus,
meja ginekologi, tenaga ahli dan terampil, spekulum
steril, peralatan yang menunjang untukpemeriksaan Pap Smear (spatula, obyek glass, cairan untuk fiksasi, tabung fiksasi,
mikroskop), alat tulis (misal spidol marker, label, pensil), formulir Pap Smear, medical records, laboratorium sitologi
dengan petugas terampil/ ahli dalam menginterpretasikan hasil,
transportasi pengirimanhasil Pap Smear, sistem informasi untuk meyakinkan klien dalam melakukan kunjungan ulang,kualitas sistem asuransi untuk memaksimalkan
keakuratan.
Fiksasi sampel adalah cara mengawetkan sampel dengan bahna kimia
tertentu agar sel yang terkandung dalam sampel tidak rusak/ lisis. Bahan kimia
untuk fiksasi antara lain : alkohol 96 %, alkohol 70 %, methanol, alkohol 50 %,
either – alkohol 95 %. Bahan kimia yang biasa digunakan untuk fiksasi sampel adalah alkohol 96%.
9. Alat Pengambilan Sampel
Alat pengambilan sampel untuk pap smear dengan menggunakan spatula yang dapat
terbuat dari kayu maupun plastik. Jenis spatula antara lain : cervix brush,
cytobrush, plastic spatula, maupun wooden spatula.
Dua hari menjelang pemeriksaan, ibu dilarang melakukan senggama maupun memakai obat-obatan yang dimasukkan ke dalam liang senggama. Waktu yang baik untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah
selesai menstruasi. Terlebih dahulu mengisi informed consent dan formulirPap Smear secara lengkap dan sesuaikan dengan
nomor urut pengambilan. Ibu dalam posisi litotomi, pasang spekulum vagina tanpa menggunakan pelicin, dan tanpa
melakukan periksadalam sebelumnya. Setelah portio tampak,
maka spatula dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, lalu spatula diputar 180° searah jarum
jam. Spatula dengan ujung pendek diusap 360° pada permukaan serviks. Lendir yang didapat dioleskan pada objek
glass berlawanan arah jarum jam. Apusan hendaknya dilakukan sekali saja, lalu
difiksasi atau direndam dalam larutan alkohol 96% selama 30 menit. Sediaan
dapat dikirim secara basah (tetap direndam dalam alkohol) atau dikirim secara
kering dengan mengeringkan sediaan setelah direndam dalam alkohol. Selanjutnya
sediaan tadi dikirim ke Ahli Patologi Anatomi untuk diperiksa.
11. Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembuatan Sediaan
Apus
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan
apus adalah membuat sediaan apusan tipis merata; segera fiksasi sesuai metode
pewarnaan PAP; membuat sediaan sedikit mungkin mengandung darah; menjaga kebersihan obyek glass yang digunakan; menghindari bahan kimia
yang merusak sel; menyiimpan ditempat yang bersih, kering dan aman; memberi label pada obyek glas yang digunakan.
Kualitas suatu tes penapisan dapat diukur dengan :
Angka negatif palsu diperkirakan berkisar 5-50%, kesalahan
terbanyak disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat (62%),
kegagalan skrining (15 %) dan kesalahan interpretasi (23%). Sedangkan angka
positif palsu berkisar 3-15 %. Ketepatan diagnostic perlu memperhatikan komponen endoserviks dan ektoserviks yang dapat menggabungkan
cytobrush dan spatula.
Kesalahan yang sering terjadi :
a.
Sediaan apus terlalu tipis, hanya
mengandung sedikit sel.
b.
Sediaan apus terlalu tebal dan tidak
merata, sel bertumpuk-tumpuk sehingga menyulitkanpemeriksaan.
c.
Sediaan apus telah kering sebelum
difiksasi (terlalu lama diluar, tidak segera direndam di dalam cairan fiksatif).
13. Petunjuk untuk penapisan :
b.
Interval penapisan. Wanita dengan tes Pap negatif berulang kali diambil setiap 2
tahun, sedangwanita dengan kelainan atau hasil abnormal perlu evaluasi lebih sering.
c.
Pada usia 70 tahun atau lebih tidak
diambil lagi dengan syarat hasil 2 kali negatif dalam 5 tahun terakhir.
14. Interpretasi
Hasil Pap Smear
Terdapat
banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem
Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan
sistem Bethesda.
Klasifikasi
Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu:
a.
Kelas I : tidak ada sel abnormal.
b.
Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada
indikasi adanya keganasan.
c.
Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan,
displasia ringan sampai sedang.
d.
Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e.
Kelas V : keganasan.
Sistem
CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat
(Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap
Semar terdiri dari (Feig, 2001):
a.
CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel
neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.
b.
CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua
pertiga epitelium.
c.
CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang
dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.
Klasifikasi
Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah melalui beberapa
kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda 2001.
Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002):
a.
Sel skuamosa
1)
Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US)
2)
Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)
3)
High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)
4)
Squamous Cells Carcinoma
b.
Sel glandular
1)
Atypical Endocervical Cells
2)
Atypical Endometrial Cells
3)
Atypical Glandular Cells
4)
Adenokarsinoma Endoservikal In situ
5)
Adenokarsinoma Endoserviks
6)
Adenokarsinoma Endometrium
7)
Adenokarsinoma Ekstrauterin
8)
Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)
B. IVA
(Inspeksi Visual Dengan Asam Asetat)
1. Pengertian
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat)
merupakan cara sederhana untuk mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin
(Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim
(serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) leher rahim
setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5% (Wijaya Delia,
2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan
bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra kanker (high-Grade Precanceraus
Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan
nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai prediksi negatif
(negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya
Delia, 2010).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan
skrining alternatife dari pap smear karena biasanya murah, praktis, sangat
mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana serta dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan
dengan cara melihat serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara
inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan
warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit untuk dapat
melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5%
akan merespon lebih cepat daripada larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar
50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapat hasil gambaran
serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (displasia) (Novel S
Sinta,dkk,2010).
2. Tujuan
IVA
Untuk mengurangi morbiditas atau
mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang
ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.
3.
Jadwal IVA
Program
Skrining Oleh WHO :
a.
Skrining
pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
b.
Kalau
fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
c.
Kalau
fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho
Taufan, dr. 2010:66)
d.
Ideal
dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
e.
Skrining
yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak
yang cukup signifikan.
f.
Di
Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun
dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
4. Keunggulan
dari Test Pap Smear
Keunggulan dengan
tes pap smear adalah pap smear harus menunggu waktu mendapatkan hasilnya
sedangkan IVA tidak perlu menunggul lama, karena hasilnya akan segera
diketahui.
Sensitivitas
IVA bahkan lebih tinggi dari Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada kelainan
di serviks akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker.
Dengan deteksi dini secara teratur, kanker serviks dapat diketahui lebih awal
dan ditangani lebih cepat.
5. Metode
skrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya:
a.
Mudah,
praktis dan sangat mampu laksana.
b.
Butuh
bahan dan alat yang sederhana dan murah
c.
Sensivitas
dan spesifikasitas cukup tinggi
d.
Dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan
oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan oleh semua
tenaga medis terlatih
e.
Alat-alat
yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f.
Metode
skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
6. Prosedur
Diagnosis IVA
a. Siapa Yang
Harus Menjalani Tes IVA
Menjalani
tes kanker atau pra-kanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30 dan 45
tahun. Kanker leher rahim menempati angka tertinggi diantara wanita berusia
antara 40 dan 50 tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi
pra-kanker lebih mungkin terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal.
Sejumlah
faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim,
diantaranya sebagai berikut:
1)
Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual
(usia<20)
2)
Memiliki banyak pasangan seksual (wanita atau pasangannya)
3)
Riwayat pernah mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual),
seperti Chlamydia atau gonorrhea, dan khususnya HIV/AIDS
4)
Ibu atau saudara perempuan yang memiliki kanker leher rahim
5)
Hasil Pap Smear sebelumnya yang tak normal
6)
Merokok
7)
Tidak
sedang datang bulan/haid
8)
Tidak
sedang hamil
9)
24
jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Selain
itu, ibu yang mengalami masalah penurunan kekebalan tubuh (mis., HIV/AIDS) atau
mengunakan costicosteroid secara kronis (mis.,pengobatan asma atau lupus)
berisiko lebih tinggi terjadinya kanker leher rahim jika mereka memiliki HPV.
(FK.UI.,dll., 2007).
b. Kapan
Harus Menjalani Tes IVA
Tes IVA
dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi,
pada masa kehamilan dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Tes tersebut
dapat dilakukan pada wanita yang dicurigai atau diketahui memiliki IMS atau
HIV/AIDS. Bimbingan diberikan untuk tiap hasil tes, termasuk ketika konseling
dibutuhkan. Untuk masing-masing hasil akan diberikan beberapa instruksi baik yang
sederhana untuk ibu tersebut (mis., kunjungan ulang untuk tes IVA setiap 1
tahun secara berkala atau 3/5 tahun paling lama) atau isu-isu khusus yang harus
dibahas seperti kapan dan dimana pengobatan dapat diberikan, risiko potensial
dan manfaat pengobatan, dan kapan perlu merujuk untuk tes tambahan atau
pengobatan yang lebih lanjut.
c. Penilaian
Klien.
Tanyakan
riwayat singkat kesehatan reproduksinya, antara lain:
1)
Riwayat menstruasi
2)
Pola pendarahan (mis.; paska coitus atau mens tak teratur)
3)
Paritas
4)
Usia pertama kali berhubungan seksual
5)
Penggunaan alat kontrasepsi
d. Peralatan
dan Bahan Lain
IVA dapat
dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana sebagai berikut ini:
1)
Meja periksa
2)
Sumber cahaya/lampu
3)
Spekulum Bivalved (Cusco or Graves)
4)
Rak atau wadah peralatan
e. Bahan-bahan
yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
1)
Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan
keputihan dari serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher
rahim.
2)
Sarung tangan periksa harus baru
3)
Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari
vagina jika menonjol melalui bilah spekulum.
4)
Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat
(3-5%)
Untuk
melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher rahim.
Larutan
tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim (sel-sel
epithel) dengan menghasilkan reaksi “acetowhite”. Pertama-tama petugas
melakukan menggunakan spekulum untuk memeriksa leher rahim, lalu dibersihkan
untuk menghilangkan keputihan, kemudian asam asetat dioleskan secara merata
pada serviks. Setelah minimal 1 menit, serviks dan seluruh SSK (sambungan
skuamokolumner), sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel glanduler
diperiksa untuk melihat apakah terjadi perubahan acetowhite. hasil tes (positif
atau negatif) harus dibahas.
7. Cara
Penggunaan
a.
IVA
test dilakukan dengan cara mengoleskan asam asetat 3-5% pada permukaan mulut
rahim. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut
aceto white epithelium.
b.
Hasil
dari pemeriksaan ini adalah bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA
positif. Maka jika hal itu terjadi maka dapat dilakukan biposy.
c.
Untuk
mengetahui hasilnya langsung pada saat pemeriksaan.
d.
Pemeriksaan
dengan metode ini bisa dilakukan oleh bidan atau dokter di Puskesmas atau di
tempat praktek bidan dengan biaya yang cenderung lebih ekonomis. (Sukaca, 2009
: 100)
8. Langkah-Langkah
Melakukan Tes IVA
a.
Penilaian
Klien
1)
Menyambut
pasien dengan hormat dan penuh keramahan
2)
Menjelaskan
mengapa tes IVA direkomendasi dan menjelaskan prosedurnya
3)
Memberitahukan
pasien kemungkinan temuan dan apa follow up atau terapi yang dibutuhkan.
b.
Persiapan
1)
Cek
apakah alat dan instrumen sudah tersedia
2)
Memastikan
bahwa lampu tersedia dan siap digunakan
3)
Cek
apakah pasien telah mengosongkan kandung kencing dan mencuci atau membilas
daerah genitalnya
4)
Mintakan
pasien untuk menanggalkan pakaiannya sampai ke pinggang
5)
Membantu
pasien naik ke meja pemeriksaan dan menutupinya.
6)
Cuci
tangan dengan sabun dan air dan keringkan dengan udara atau kain bersih. Lalu
palpasi perut.
7)
Pakai
sepasang sarung tangan bedah yang telah disterilkan dengan desinfektan tingkat
tinggi. Jika tersedia pakai sarung tangna kedua pada satu tangan.
8)
Atur
instrumen dan alat-alat di atas baki yang telah disterilkan, jika belum
dilakukan.
c.
Inspeksi
Visual Dengan Asam Asetat
1)
Periksa
alat kelamin luar dan cek discharge pada urethra
2)
Raba
kelenjar skena dan kelenjar bartholini
3)
Masukkan
spekulum sehingga seluruh serviks dapat terlihat
4)
Letakkan
spekulum dalam posisi terbuka sehingga spekulum tetap pada posisi dimana
serviks tetap kelihatan. Jika memakai sarung tangan sebelah luar, masukkan ke
dalam larutan klorin 0,5% dan pindahkan sarung tangan dengan cara memutarnya
dari dalam keluar
**Jika membuang sarung
tangan, letakkan di dalam satu tas plastik atau container yang tahan bocor.
**Jika menggunakan kembali
sarung tangan, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
5)
Gerakkan
sumber cahaya sehingga dapat melihat serviks dengan jelas
6)
Pariksa
serviks apakah ada radang serviks, ekstropion, tumor, kista nabothi atau ulkus.
7)
Pakai
kapas lidi bersih untuk mengambil cairan, darah atau mukus dari serviks. Buang
kapas lidi ke dalam kantong plastik atau kotak yang tahan bocor
8)
Identifikasi
mulut serviks, squamocolumnar junction (SCJ) dan daerah transformasi.
9)
Celupkan
kapas lidi dalam larutan asam asetat dan oleskan pada serviks.
10)
Tunggu
1 menit agar asam asetat diserap dan perubahan aceto white kelihatan.
11)
Periksa
SCJ dengan hati-hati, cek apakah serviks mudah berdarah dan cari aceto white
epithelium.
12)
Jika
perlu, oleskan lagi kapas lidi pada serviks untuk membersihkan mucus, darah,
debris.
13)
Jika
pemeriksaan visual telah selesai, pakai kapas lidi baru untuk membersihkan
sisa-sisa asam asetat pada serviks dan vagina.
14)
Lepaskan
spekulum. Jika tes IVA negatif, masukkan ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit untuk dekontaminasi. Jika tes IVA positif, masukkan spekulum ke dalam
kotak desinfektan tingkat tinggi.
15)
Lakukan
pemeriksaan bimanual dan rektovaginal (jika ada indikasi)
9.
Kategori IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang
dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
a.
IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
b.
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
c.
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode
IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia
ringan-sedang-berat atau kanker serviks in situ).
d.
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian
akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium
IB-IIA).
C.
Biopsi
1.
Pengertian
Biopsi adalah
pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia untuk pemeriksaan
patologis mikroskopik. Dilakukan apabila terdapat benjolan pada bagian
tubuh yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak kondisi yang dapat didiagnosis
dengan biopsi, misalnya peradangan dalam organ dalam seperti hati, ginjal, yang
dapat dilihat dari sampel biopsi. Kita dapat mengetahui tingkat keganasan
yang terjadi.
2.
Cara
Pengambilan dan Pengiriman Biopsi
Teknik Biopsi
a. FNAB
(Fine Needle Aspiration Biopsy) atau Si Bajah (Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum
Halus) → Menggunakan alat yang terdiri dari tabung suntik plastik ukuran 10 ml,
jarum halus, gagang pemegang tabung suntik, kaca objek dan desinfektan alkohol
atau betadin. Tumor dipegang lembut lalu jarum diinsersi segera ke dalam tumor.
Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di dalam
tabung menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan cara demikian
sejumlah sel massa tumor masuk ke dalam lumen jarum suntik. Piston dalam tabung
dikembalikan pads posisi semula dengan cara melepaskan pegangan. Aspirat
dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara dan dikirimkan ke
laboratorium. Sering terjadi false negative karena kemungkinan jarum tidak
tepat mengambil sel yang terkena kanker.
b. Stereotactic
Needle Biopsy (Core Biopsy) → Dilakukan pada suatu gumpalan (bengkak) yang
sulit untuk dilihat atau dirasakan. Jarum akan dituntun ke area yang dicurigai
dengan bantuan mammography atau ultrasound, dan X-ray akan memastikan area yang
ingin dibiopsi.
c. Incisional
Biopsy → Seperti operasi pembedahan pada umumnya. Pengambilan irisan dari
benjolan. Pada umumnya tipe ini dilakukan pada pembengkakan di jaringan ikat
seperti otot.
d. Excisional
Biopsy → Keseluruhan benjolan diambil. Sering dilakukan pada benjolan di dada.
False negative jarang terjadi.
3.
Pengiriman
Biopsi
Jaringan harus
dimasukkan ke dalam larutan fiksasi secepat mungkin setelah diambil dari tubuh,
apalagi bila organ tersebut mudah membusuk misalnya otak, hati, paru, usus dan
organ dalam lainnya; jangan ditunggu sampai operasi selesai. Fiksasi dapat
dilakukan dengan formalin 10% atau alkohol 70%.
Beberapa Cara
Pengiriman
a. Fiksasi
Basah (Wet Fixation)
Sediaan segar yang
baru saja diperoleh segera dicelupkan ke dalam fiksasi selama 30-40
menit. Kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi serta botol
perendamnya. Untuk mengatasi risiko pengiriman yang sulit dengan botol yang berisi
cairan yang mungkin tumpah, maka setelah sediaan tersebut difiksasi selama 30
menit, dikeluarkan dari cairan dan dikeringkan di udara kamar. Setelah kering
sediaan dapat dimasukkan ke dalam tabung atau di dalam karton yang telah
disiapkan. Bahan fiksasi sebaiknya digunakan alkohol yang mudah didapat.
b. Fiksasi
Pelapis (Coating Fixative)
Zat-zat ini adalah
campuran dari alkohol basa yang memfiksasi sel-sel dan bahan seperti lilin yang
membentuk lapisan pelindung yang tipis di atas sel.
c. Aerosol
yang dipakai dengan cara menyemprotkannya pada sedikit.
d. Liquid
basa diteteskan di atas sediaan sesegera mungkin
4.
Interpretasi
Hasil Pemeriksaan Biopsi
a. Posisif
maligna disebut positif → "mandat" untuk melakukan tindakan lebih
lanjut antara lain survei metastasis, menentukan stadium, memilih alat
diagnostik lain bila diperlukan dan mendiskusikan pola pengobatan.
b. Kelainan
jinak disebut negatif → belum dapat menyingkirkan adanya kanker; perlu
dipikirkan kemungkinan negatif palsu.
c. Mencurigakan
maligna disebut suspek → mungkin memerlukan pemeriksaan lain sebelum pengobatan
antara lain pemeriksaan potongan beku ataupun sitologi imprint atau
kerokan durante operasionam.
d. Tidak
dapat diinterpretasi disebut inkonklusif → dapat terjadi karena
kesalahan teknik atau karena situasi tumor, misalnya mudah
berdarah, reaksi jaringan ikat banyak atau tumor terlalu kecil, sehingga sulit
memperoleh sel tumor. Dalam praktek, sitologi inkonklusifmeningkatkan false
negative.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar